Namanya Obel Sebastian. Nama yang tak umum bagi orang sunda kebanyakan. Entahlah, apa
yang ada dipikiran kedua orang tuanya dahulu hingga menamakannya sepert itu.
Dulu,
aku mengenalnya sebagai seorang pria yang penuh harapan dan cita-cita. Sebagai
seorang pria yang selalu kuat dalam memperjuangkan keinginannya tanpa lelah,
tanpa mengenal kata menyerah meskipun beribu aral menerjangnya. Akan tetapi,
beberapa hari yang lau aku menemukannya dalam keadaan tak biasa, bukan sosok
Obel yang kukenal dulu pantang menyerah dan kuat. Aku menemukannya begitu
lemah, bahkan sangat.
Dulu,
aku mengenalnya sebagai seorang pria
periang yang pandai bercerita, yang sering berbagi pengalaman dalam bentuk yang
jenaka, namun tak menghilangkan pesan pembelajaran dalam alur yang dituturkannya.
Tapi beberapa hari yang lalu, ia yang kukenal periang seakan tenggelam dalam
kedukaan, ia yang pandai bercerita kini membisu seakan semua kata lenyap dari
mulutnya.
Dan sayangnya, aku tak sempat menanyakan penyebabnya.
* * * * *
Mulai
pada hari ini, esok, lusa juga hari berikutnya, aku takkan pernah menemukan
semangatnya lagi. Takkan mungkin bisa mendengar ceritanya lagi, karena terakhir
ku temukan ia tergolek kaku didepan laptop yang masih menyala didalam kamarnya.
“….kau tak pernah tahu
perihnya sebuah perasaan, ketika ketulusan sebuah cinta kau anggap sebagai
bualan, yang padahal kau tak pernah mencari kebenaran akan hal itu. Kau tak
pernah mengerti betapa dalamnya luka yang diakibatkan penantian, dimana kau tak
pernah sedikit pun menunjukan ujungnya. Kau pun tak pernah memahami tentang
betapa pentingnya sebuah harapan, yang mana tak pernah kau berikan, hingga yang
kini tersisa hanyalah keputusasaan. Dan karena itu semua, aku merasa hidup tak
lagi layak dilanjutkan. Aku menyerah….aku….” (Selamat tinggal SN)
Hanya
paragrap singkat itu yang ia tinggalkan di layar laptopnya, dikolom status
facebook yang tak sempat ia unggah karena mungkin darah yang mengucur dari
nadinya telah lebih dahulu melemaskan jari-jarinya, menutup pikirannya dan puncaknya
mematikan kehidupannya.
Dan sayangnya, aku terlambat mengetahui semuanya.
* * * * *
Untuk
wanita yang berinisial SN, semoga kamu mengerti jika cintanya itu bukanlah
bualan. Jika penantiannya itu bukanlah mainan. Dan harapan yang ia simpan padamu
bukanlah perkara kecil, hingga ia rela menukar itu semua dengan kehidupannya.
Kamu tak kan lagi menemukannya.
Dan sayangnya, aku terlambat mencegahnya.
* * * * *
wahh,,,ini cerita beneran atau sekedar cerita,,?? sayang ketika kematian terjadi karena cinta,,heee..tp entah jika itu terjadi padaku,subhanallah mudah2 an tidak
BalasHapusSayang, Kang Haji tak bisa menjawab itu, KAng Hary.... :)
Hapussaya menganggap bahwa cinta kepada sesama manusia itu memang indah dan terkadang membius rasa,
BalasHapusnamun semestinya kita lebih mementingkan cinta kepada yang memberi cinta, yaitu ALLAH SWT.... :-)
ya, kang haji pun sependapat. Tapi ada sebagian orang yang tidak menyadari akan hal itu.... :)
HapusCinta memang buta, dan kadang membuat kita lupa diri ya Kang Haji. Salam silaturahmi.
BalasHapuscinta itu rumit, sebagian merasa bahagia, tapi tak sedikit yang merasa terluka, kadang juga datang bersamaan. Sebagian merasa cinta itu indah, namun banyak juga yang merasa sebaliknya, dan bisa juga merasakan keduanya dalam waktu yang sama. Hehehe...
HapusSalam silaturahmi kembali... :)